Populisme di 100 Hari Prabowo: Apresiasi Tinggi Meski Dampaknya Belum Terlihat

Daftar Isi
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Ilustrasi: Nexus/Muntaziruddin Sufiady Ridwan)
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Ilustrasi: Lansirin.id).

Kebijakan populis di 100 hari pertama Prabowo-Gibran mendulang kepuasan tinggi dari publik. Namun, tantangan ekonomi, termasuk risiko fiskal, moneter, dan stabilitas makro-ekonomi masih jadi PR besar.

Senin, (20/1/2025) – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming memasuki 100 hari pertama dengan serangkaian kebijakan populis yang berhasil mencuri perhatian publik. Dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hingga pembatalan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), langkah-langkah ini mendapat apresiasi tinggi karena dianggap pro-rakyat. Namun, di sisi lain, realitas ekonomi menunjukkan banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan.

Setelah resmi menjabat pada November 2024, Prabowo-Gibran langsung meluncurkan program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pemeriksaan kesehatan gratis untuk 60 juta warga. Kebijakan ini tidak hanya mengangkat citra pemerintah tetapi juga menegaskan fokus mereka pada kesejahteraan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Meskipun tingkat kepuasan publik tinggi, para ekonom memperingatkan bahwa pendekatan populis ini membawa tantangan besar, terutama dalam jangka panjang.

Kebijakan Populis yang Meningkatkan Citra

Langkah pertama yang mencolok dari pemerintahan Prabowo-Gibran adalah menaikkan UMP 2025 sebesar 6,5 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan pada era Jokowi. Kebijakan ini dianggap sebagai wujud keberpihakan pada para pekerja.

Tidak berhenti di situ, pemerintah juga memutuskan membatalkan kenaikan tarif PPN yang sebelumnya direncanakan berlaku pada awal 2025. Alih-alih menerapkan kenaikan tarif secara umum, pemerintah hanya menaikkan PPN untuk barang mewah yang dikonsumsi kelompok kaya. Langkah ini dianggap para pengamat semakin memperkuat citra pemerintah sebagai pembela rakyat kecil.

Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat memberikan keterangan pers usai menghadiri rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2024 di halaman Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (24/4/2024). (Foto: Antara Foto/Aprilio Akbar).
Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat memberikan keterangan pers usai menghadiri rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2024 di halaman Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (24/4/2024). (Foto: Antara Foto/Aprilio Akbar).

Salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), juga telah dilaksanakan. Program ini menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi masyarakat kurang mampu, terutama di daerah-daerah miskin. Pemeriksaan kesehatan gratis bagi 60 juta warga juga menjadi salah satu langkah konkret pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, kebijakan bernuansa populis seperti ini efektif menciptakan persepsi positif di kalangan masyarakat. "Kebijakan populis tampaknya berhasil mendongkrak citra pemerintah. Meski belum terlihat dampaknya secara makro, persepsi ini cukup menguntungkan bagi pemerintahan baru," ujarnya yang dinukil dari kompas.id pada Sabtu, 18 Januari 2025.

Kesenjangan Antara Persepsi dan Realitas Ekonomi

Meskipun kebijakan populis berhasil meningkatkan kepuasan publik, beberapa ekonom mengingatkan bahwa penilaian masyarakat sering kali didasarkan pada persepsi, bukan pada data ekonomi yang sebenarnya.

Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Akhmad Akbar Susamto, menjelaskan bahwa masyarakat cenderung menilai kondisi ekonomi dari pengalaman pribadi dan informasi sederhana yang mereka terima. "Sebagian besar masyarakat tidak memahami data ekonomi makro yang rumit. Mereka akan merasa ekonomi baik-baik saja jika harga kebutuhan pokok stabil atau jika mereka merasakan manfaat langsung dari program pemerintah," katanya.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyapa awak media usai ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh KPU Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ketika ditetapkan sebagai presiden-wapres terpilih oleh KPU, Rabu (24/4/2024).(Foto: ig/@prabowo).
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyapa awak media usai ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh KPU, Rabu (24/4/2024).(Foto: ig/@prabowo).

Ia menambahkan, stabilitas harga kebutuhan pokok selama periode ini serta didukung inflasi yang terjaga rendah, menjadi faktor utama di balik kepuasan publik. Program-program seperti MBG juga memberikan dampak langsung yang membuat masyarakat merasa diperhatikan.

Wijayanto Samirin, ekonom Universitas Paramadina, menambahkan bahwa psikologi masyarakat Indonesia yang cenderung mudah bersyukur juga memengaruhi tingginya tingkat kepuasan. "Sering kali, approval rate pemerintah tidak mencerminkan realitas. Sebaiknya pemerintah fokus pada perbaikan indikator objektif, bukan sekadar mengejar popularitas," tuturnya.

Data Ekonomi Belum Menunjukkan Perbaikan Signifikan

Para ekonom mengingatkan pendekatan populis dapat membawa dampak negatif pada jangka panjang. Wijayanto menilai kebijakan populis cenderung boros anggaran dan kurang berkelanjutan. "Tren pemburukan fiskal bisa terjadi. Pendapatan negara bisa tertekan, sementara belanja terus meningkat. Ini akan memperbesar risiko utang dan melemahkan fundamental ekonomi," ujarnya.

Ia juga menyoroti risiko di sektor moneter. Jika investor mulai meragukan stabilitas ekonomi Indonesia, tuturnya, maka nilai tukar rupiah bisa tertekan. "Dan ini akan memperburuk situasi ekonomi secara keseluruhan," ucap Wijayanto.

Menghimpun pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, ekonomi Indonesia di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran mulai berada di jalur positif meski tidak signifikan. Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sempat mengalami deflasi selama enam bulan berturut-turut pada 2024 dan kembali mengalami inflasi ringan pada triwulan IV-2024. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur pun naik ke level 51,2 pada Desember 2024, menandakan kembalinya aktivitas sektor manufaktur ke zona ekspansi.

Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (6/11/2024). (Foto: Rakyat Merdeka/Dwi Pambudo).
Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (6/11/2024). (Foto: Rakyat Merdeka/Dwi Pambudo).

Ihwal kondisi ekonomi Indonesia yang perlahan mulai membaik itu, Mochammad Faisal menuturkan bahwa angka tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti Natal dan Tahun Baru, daripada perubahan fundamental ekonomi. "Untuk menilai kinerja ekonomi pemerintahan baru, kita perlu menunggu data Januari dan Februari 2025. Saat ini, terlalu dini untuk menarik kesimpulan," katanya.

***

Pendekatan populis pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari pertama memang berhasil mendongkrak tingkat kepuasan publik. Namun, tantangan ekonomi, termasuk risiko fiskal, moneter, dan stabilitas makroekonomi, menurut para ekonom masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu berhati-hati menjalankan kebijakan populis seperti ini agar tidak mengorbankan stabilitas jangka panjang.