336 Daerah Ditetapkan Darurat Sampah, Pemerintah Dorong Transformasi Pengelolaan
| Ilustrasi. (Foto: Dok. RRI). |
Sebanyak 336 kabupaten/kota ditetapkan darurat sampah. Pemerintah pusat dorong kolaborasi daerah untuk percepatan pengelolaan.
Lansirin.id | Jakarta ‒ Pemerintah menetapkan 336 kabupaten dan kota di Indonesia dalam status darurat sampah. Keputusan itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, sebagai bagian dari upaya mempercepat pembenahan sistem pengelolaan sampah nasional yang dinilai belum efektif.
Langkah tersebut diambil setelah 246 dari 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) jenis open dumping ditutup atau direvitalisasi karena tidak memenuhi standar lingkungan. Penutupan itu, menurut pemerintah, telah menurunkan timbunan sampah nasional hingga 21,85 persen, atau setara 12,37 juta ton per tahun.
“Penetapan ini menjadi langkah korektif sistemik agar target pengelolaan sampah dalam RPJMN dapat tercapai,” kata Hanif, dikutip dari laman RRI, Sabtu (25/10/2025). Target yang dimaksud yakni penyelesaian 51 persen pengelolaan sampah pada 2025 dan 100 persen pada 2029.
Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2567 Tahun 2025 tentang Daerah dengan Kedaruratan Sampah. Penetapan ini merupakan amanat Pasal 15 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 mengenai penanganan sampah perkotaan melalui pengolahan sampah menjadi energi terbarukan (waste to energy).
Langkah ini disertai pelaksanaan Gerakan Nasional Aksi Bersih Sampah di sejumlah wilayah, seperti Sumedang, Lebak, Bulukumba, Tangerang, Cimahi, Sorong, Cilegon, dan Cianjur. Ribuan peserta dari unsur pemerintah, pelajar, dan masyarakat turut membersihkan kawasan pasar, pantai, sungai, hingga permukiman.
Hanif menyebut gerakan itu sebagai bagian dari upaya pemerintah mentransformasikan sistem pengelolaan sampah agar lebih modern dan berdaya guna. “Pengelolaan sampah tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi antara pusat, daerah, dan masyarakat adalah kunci,” ujarnya.
Meski begitu, sejumlah pihak menilai penetapan status darurat sampah ini sekaligus menyoroti lemahnya sistem pengelolaan limbah di tingkat daerah. Sebagian besar TPA di Indonesia masih beroperasi dengan sistem open dumping, metode yang sejak lama dinilai tidak ramah lingkungan.
Di sisi lain, implementasi pengolahan sampah berbasis energi bersih masih menghadapi kendala investasi dan infrastruktur. Sebagai contoh, hanya sebagian kecil daerah yang memiliki fasilitas pengolahan Refuse Derived Fuel (RDF) seperti di Cimahi, atau bank sampah terintegrasi seperti di Sorong.
Kebijakan ini diharapkan tidak berhenti pada seremonial gerakan bersih, melainkan berlanjut pada pembenahan sistemik: mulai dari regulasi daerah, pengawasan, hingga perubahan perilaku masyarakat dalam memilah dan mengelola sampah dari sumbernya.
Posting Komentar